JournalAsia1922.com – Era globalisasi merupakan suatu proses yang membuat masyarakat dunia dapat menjangkau satu dan yang lain atau saling terhubung dalam semua aspek kehidupan, baik dalam budaya, ekonomi, politik, teknologi, maupun lingkungan.
Ternyata hal ini menjadi tantangan berat bagi kita, manusia yang hidup di masa kini. Dibandingkan para nenek moyang kita dulu, yang di masanya belum ada listrik untuk penerangan apalagi internet.
Akhir-akhir ini kita dihadapkan dengan pemberitaan banyak kasus kegagalan, yang menyebabkan seseorang bermasalah hukum, hingga mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Tidak sedikit juga rumah tangga pasangan muda maupun tua mengalami ujian berat, terancam keutuhannya.
Fenomena ini seakan menegaskan, bahwa penyebabnya adalah kebahagiaan yang semakin langka hadir di tengah-tengah kehidupan dan kebahagiaan yang semakin sulit dimiliki oleh insan.
Mengulas dan mengutip karya tulis seorang ahli spritual muda Suruh Nusantara Dhimas Tunjung Bimantoro. Yang menerangkan jika kebahagiaan langka menghampiri diri, berarti ada budaya, obsesi yang salah.
“Kita telah menciptakan fasilitas yang membuat beberapa aspek hidup kita berada pada kemudahan dan kenyamanan. Akan tetapi justru kita telah menjadi generasi paling menderita dan frustrasi sepanjang sejarah.
Kita telah kehilangan kehadiran langka yang kita panggil kebahagiaan. Karena kita telah menentukan kesuksesan kita hanya pada ranah kesejahteraan lahiriah dan indentitas, kita hanya terobsesi kepada uang dan kekuasaan.
Kita tak lagi membudayakan bahwa kesuksesan juga berada pada pencapaian estetika, spiritual, dan kebahagiaan sebagai kesejahteraan batiniah. Kita harus sadar budaya kesuksesan kita hari ini adalah kerapuhan dan ketidakstabilan.
Orientasi kita untuk mengejar kesejahteraan material telah menciptakan exploitasi yang mengancam pemusnahan bagi bumi kita. Malapetaka potensial jika sampai hari ini kita masih berada pada cara primitif kebinatangan tersebut!”