Ditulis oleh : Choirul Rustam
Journalasia.com -Nama lengkapnya, I Gusti Nyoman Ida Gempol dengan gelar abhiseka “Raja Kenanga Mangga Tengah”, adalah seorang Mpu Pande dari Banjar Jawa, Singaraja Buleleng.
Di Buleleng Tengah, ia berkedudukan sebagai Punggawa yang meneruskan perlawanan terhadap Belanda setelah Buleleng jatuh tahun 1849.
Pada tahun 1858, I Gusti Nyoman Ide Gempol mengangkat senjata melawan Belanda. Pembangkangan I Gusti Nyoman Ide Gempol ditanggapi serius, karena bisa menyulut meluasnya sikap anti Belanda ke tempat lain.
Tak tanggung – tanggung, pemerintah Belanda mengerahkan pasukan dengan armada angkatan laut di bawah komando Letnan Kolonel Laut Van Hasselt. Pasukan berjumlah satu batalyon ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Steyn Van Heemskerk.
Tak kurang dari 8 kapal perang diturunkan untuk meredam pemberontakan Perbekel Banjar Jawa, I Gusti Nyoman Ide Gempol. Pasukan mendarat pada tanggal 11 Desember 1858 di Pabean Buleleng.
Namun pasukan Belanda dibuat pusing. Belanda lalu mengeluarkan ultimatum agar masyarakat Banjar Jawa menyerahkan pemimpin mereka dalam tempo 3 hari.
Akhirnya I Gusti Nyoman Ide Gempol berhasil ditangkap akibat pengkhianatan pembantunya, seorang punggawa Banjar Jawa. I Gusti Nyoman Ide Gempol kemudian diadili di Batavia dan diasingkan ke Padang Sumatera Barat.
Di Padang, I Gusti Nyoman Ide Gempol sangat terkenal dan masyarakat Padang biasa menyebutnya, “Raja Bali”.
Di Padang, I Gusti Nyoman Ide Gempol menerima permintaan berguru dari seorang pesilat yg berasal dari Jawa, yaitu Ki Ngabehi Surodiwiryo dan kelak muridnya ini mendirikan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati, sebuah perguruan yang sangat berpengaruh dalam kancah Persilatan Indonesia.
Ia bertemu dgn Ki Ngabehi Surodiwiryo dan menjadi gurunya sekitar tahun 1888.
Bagi para pesilat dari rumpun Persaudaraan Setia Hati, I Gusti Nyoman Ide Gempol adalah salah satu mahaguru perguruan.
I Gusti Nyoman Ide Gempol dipulangkan ke Singaraja thn 1897, wafat di Singaraja dalam usia yg sangat tua sekitar tahun 1908.