Ditulis oleh : Ketua DMI Kota Pangkalpinang ( H. Johan Muhammad Nasir)
Dulu, kita mengira sholat dhuha, sholat tahajjud, membaca Al Qur’an dan membaca zikir itu dapat menjadi penyebab terbukanya pintu rezeki (dapat kekayaan harta).
Padahal justru ibadah-ibadah itu sendiri adalah rezeki. Ditakdirkan bisa sujud itu nikmat yang luar biasa.
Karena yang saya pahami bahwa rezeki itu adalah berwujud uang, gaji yg besar, banyak order , banyak job, urusan kerjaan lancar, banyak tabungan di bank, punya banyak aset, seperti kendaraan, properti disana-sini.
Intinya rezeki itu adalah “harta”.
Namun setelah mencari tahu lebih dalam tentang apa makna rezeki di dalam Islam, ternyata saya salah besar.
Hati yang Allah jaga jauh dari sifat iri hati, dengki, dan kebencian, adalah rezeki.
Punya temen yang sholeh dan saling mengingatkan dalam kebaikan, itu juga rezeki.
Saat keadaan sulit serta penuh keterbatasanpun itu juga rezeki, karena mungkin jika kita dalam keadaan sebaliknya justru akan membuat kita condong bersikap kufur, sombong, angkuh dan bisa lupa diri.
Punya orang tua yang sedang sakit, ternyata itu adalah rezeki, karena itu merupakan ladang amal pembuka pintu surga bila kita tulus Ikhlas mengurusnya.
Tubuh yang sehat adalah rezeki.
Bahkan saat diuji dengan sakit, itu juga bentuk lain dari rezeki karena sakit adalah penggugur dosa.
Dan mungkin akan ada jutaan list lainnya bentuk-bentuk rezeki yang kita tidak sadari.
Suami istri dan anak-anak sehat itu rezeki, anak-anak dapat bersekolah lancar itu rezeki.
Hidup rukun sama tetangga itu juga rezeki.
Bahkan bila Anda mendapatkan kiriman kajian tausiah keagamaan yg mengajak dan mengingatkan tentang kebajikan, itu juga rezeki, karena Anda akan mendapatkan ilmu darinya.
Justru yang harus kita waspadai adalah ketika hidup kita serba berkecukupan, penuh dengan kemudahan dan kesenangan, padahal begitu banyak hak Allah yang belum mampu atau tidak kita tunai kan.
Astaghfirullah
ﻭَﻣَﺎ ٱﻟْﺤَﻴَﻮٰﺓُ ٱﻟﺪُّﻧْﻴَﺎٓ ﺇِﻻَّ ﻣَﺘَٰﻊُ ٱﻟْﻐُﺮُﻭﺭِ
“Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (Al-Hadid – 57:20).