Ditulis oleh Rallatif syarifiliyah
Kenapa diam itu puncak dari pada zikir ? Ini karena diam itu adalah melatih diri kita agar berada dalam “khawas “.
Ada beberapa tingkatan di dalam diam…
Yang pertama adalah diam untuk introspeksi diri, diam dengan merenungi apa yang telah kita perbuat pada Allah pun pada sesamanya, bermuraqabah kepada diri sendiri. Yakni mengintai segala perbuatan zhahir dan bathin kita.Yang baik di syukuri sehingga tidak jumawa, yang kurang baik di mohonkan ampun kepada Allah. Tidak melihat dan menilai orang lain, tapi lebih melihat dan menilai diri sendiri.
Diam yang kedua, adalah diam dan memperhatikan bathin kita, agar ada keindahan di dalamnya, keindahan yang tidak terpengaruh daripada sesuatu di luar kita. Belajar menerima segala keadaan dengan kadar yang sama, baik buruk, suka duka adalah Tamu yang wajib di hormati dengan kadar yang sama. Segala keadaan ini adalah “wajah” Allah, yang tanpa rupa, jadi harus kita terima dengan senyum yang terbaik, karena setiap keadaan dan masa itulah wajah Dia sesungguhNya. Bagi sebagian orang, mengingat-Nya adalah dengan menumpukan “huruf dan kata”, namun bagi seseorang yang khawas, ia sudah mampu melihat Dia dalam setiap rupa keadaan dan masa, sehingga ia selalu menerima setiap keadaan dengan penerimaan yang terbaik, sebagaimana ia menerima RabbNya dlm hidupnya. Inilah shalat daim, zikir yang hidup yang tidak berkesudahan, bukan lagi huruf dan suara, namun ia menyaksikan dengan rasanya.
Yang ketiga adalah diam menyelam dalam diri, menyelam ke dalam asal kejadiam diri. Sehingga ia menemukan jati dirinya, sebagai Muhammad, sang pembawa rahmat. Yang mana kesadaran Muhammad, adalah kesadaran yang tidak lagi menerima, namun ia adalah kesadaran yang membangunkan diri kita untuk memberi.
Baik dan buruk, suka dan duka, longgar dalam sempit, bagi sang Muhammad tidak lagi dianggap ada, sehingga tidak lagi terasa, sehingga tidak lagi ada penilai dan sejenisnya.
Yang ia lakukan hanya memberi pelayanan dalam setiap keadaan itu sudah pelayanan yang sebaik mungkin, semulia mungkin. Krn sang Muhammad adalah kesadaran memberi, kesadaran menjaga, kesadaran membimbing, kesadaran menuntun.
Dengan hati yang seindah mungkin….karena ialah sang rahmat, ia lah sang Ahad. Bila di hati kita masih berpikir, apa yang boleh “aku” peroleh dan dapatkan, dan apa yang boleh “aku” terima,
Ketahuilah kau sebenarnya belum mencapai -“apa” dalam peningkatan rohanimu, kau belum mengenal “apa”, walau kau ahli zikir atau ahli sedekah. Ini menunjukkan rohanimu belum beranjak dari anak menuju dewasa.
Kerana kedewasaan rohani, adalah terbangunnya sifat memberi, itupun memberi yang terbaik, kerana kedewasaan rohani adalah terbangunnya sifat Muhammad, yang merupakan sifar Rabbani….
Semoga bermanfaat bagi pemuda pemudi indonesia dan sebagai inspirasi.