Ditulis Oleh : H. Johan Muhammad Nasir (Ketua Badan Pengelola Masjid Agung Kubah Timah)
JournalAsia1922.com – Seorang lelaki keluar dari pekarangan rumahnya, berjalan tak tentu arah dengan rasa putus asa. Sudah cukup lama ia menganggur. Kondisi keuangan keluarganya morat-marit. Sementara tetangganya sibuk memenuhi isi rumah tangganya dengan barang-barang mewah., sedang ia masih bergelut memikirkan cara bagaimana memenuhi kebutuhan pokok keluarganya, sandang dan pangan. Anak-anaknya sudah lama tak dibelikan pakaian, istrinya seringkali marah oleh karena tak dapat membeli barang-barang rumah tangga yang layak.
Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan tak yakin perjalanan kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan. Ketika laki-laki itu tengah menyusuri jalanan yang sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. “uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok,” gerutunya kecewa.
Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah Bank. “ sebaiknya koin ini bapak bawa saja ke kolektor uang kuno,” kata teller itu memberi saran. Lelaki itupun mengikuti anjuran si teller, membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar. Begitu senangnya, lelaki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dilakukan dengan rezeki nomplok ini. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia bisa membuatkan beberapa rak untuk istrinya karena istrinya pernah berkata mereka tak punya tempat untuk menyimpan jambangan dan toples.
Setelah ia membeli lembaran kayu seharga 30 dollar, dia memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang. Di tengah perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal. Kebetulan pada waktu itu ada pesanan mebel. Dia menawarkan uang sejumlah seratus dollar kepada lelaki itu. Terlihat ragu-ragu di mata laki-laki itu, namun pengrajin itu meyakinkannya dan dapat menawarkan mebel yang sudah jadi agar dipilih lelaki itu. Kebetulan di sana ada lemari yang pasti disukai istrinya. Dia menukarkan kayu tersebut dan meminjam gerobak untuk membawa lemari itu. Dia pun segera membawanya pulang.
Di tengah perjalanan ia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekorasi rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawarkan dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin dan beranjak pulang.
Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perompak keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur. Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata,” Apa yang terjadi ? Engkau baik sajakan? Apa yang diambil dari perampok tadi?” lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata,” Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang ku temukan tadi pagi”.
komentar penulis “ Memang ada beragam cara menyikapi kehilangan. Semoga kita termasuk orang yang bijak menghadapi kehilangan dan sadar bahwa semua yang kita miliki saat ini hanyalah T I T I P A N Allah Subhanahu Wata’ala. Benar kata orang bijak, manusia tidak memiliki apa-apa kecuali pengalaman hidup. Bila kita pernah sadar bahwa kita tidak memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan? Ada kalimat yang saya suka sekali dalam menempatkan diri dalam kehidupan: “kemenangan hidup bukan berhasil mendapat banyak tetapi ada kemampuan menikmati apa yang didapat tanpa bermaksud menguasai.” “ Hiduplah seperti anak-anak yang dapat menikmati tanpa harus menguasai”
*Translated from The Healing Stories” by GW Burns