Juni Marwanto
Mahasiswa Magister Hukum UBB
Pasca reformasi sejak disahkannya undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan awal dari era otonomi daerah. Kemudian diikuti dengan dikeluarkannya Kepmenperindag No. 149/MPP/Kep/4/1999 tentang ketentuan umum bidang ekspor yang menyebutkan timah bukan lagi komoditas strategis sehingga tidak lagi menjadi bahan strategis negara untuk di ekspor. Akibat dari perubahan peraturan tersebut Pemerintah kabupaten bangka pada tahun 2001 menerbitkan Perda No. 6 tahun 2001 tentang pengelolaan pertambangan umum.
Hal ini berdampak pada banyaknya penambangan dilakukan oleh Masyarakat tanpa memperhatikan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut. Walaupun secara ekonomi juga memberikan dampak positif kepada Masyarakat khususnya Masyarakat provinsi kepulauan bangka Belitung. Hal tersebut terlihat jelas saat kita bepergian ke kampung-kampung yang mana ada aktifitas pertambangan baik legal maupun illegal terdapat banyak rumah-rumah bagus dibangun warga sekitar.
Besarnya manfaat ekonomi yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan timah tersebut membuat banyak orang ingin berinvestasi menjadi pemegang IUP OP dengan memanfaatkan penambangan yang dilakukan oleh Masyarakat tanpa memperdulikan aturan yang berlaku di negara ini. Bahkan tidak sedikit pula pengusaha tertipu dengan iming-iming dan janji palsu oknum-oknum Masyarakat tertentu yang menjanjikan produksi melimpah tanpa dilakukan tahapan kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan data cadangan dan data sumber daya yang sesuai dan dibuat serta ditetapkan oleh orang-orang yang berkompeten.
LAPORAN AUDIT BPKP
Berita yang dimuat pada harian Bangka Pos, Kamis 2 Maret 2023 dengan judul “Reklamasi Tambang Ilegal Telan Rp. 8,6 T” Ridwan Djamaludin PJ Gubernur Babel sekaligus Dirjen Minerba yg menjabat saat itu mengatakan “Ada laporan BPKP yang harus menjadi perhatian kita bersama, laporan BPKP dibuat berdasarkan putusan rapat tingkat menteri yang dipimpin oleh Menko Maritim dan Investasi Pak Luhut”.
“Pemerintah memerintahkan BPKP untuk mengaudit tata niaga dan tata kelola pertimahan, dari angka yang keluar itu, yang saya hafal adalah ketika lahan akibat tambang timah ilegal itu tidak ditangani atau tidak ada jaminan reklamasi, negara harus menanggung kira-kira Rp8,6 triliun, satu kali hitungan itu ya, mungkin bisa dianggap per tahun dalam satu kondisi itu,” jelas Ridwan.
Hasil riset pertimahan Indonesia semester I tahun 2023 yang dilakukan Bangka Belitung Resources Institute (BRiNST) menemukan sejumlah fakta terkait Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) smelter dan harus menjadi perhatian pemerintah.
Direktur BRiNST Teddy Marbinanda mengatakan RKAB timah yang telah dikeluarkan pemerintah perlu dievaluasi karena berdasarkan tahapan eksplorasi yang diduga tidak benar. “Bahkan ada ekspor perusahaan dengan IUP dibawah 1000 hektar. Kuota ekspor yang diberikan kepada smelter sangat erat kaitan dengan persetujuan RKAB. Persetujuan ini semestinya ditinjau ulang jika melihat indikasi korupsi pertambangan yang terungkap,” ujar dia.
Pada kesempatan lain pengganti Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel), Suganda Pandapotan Pasaribu menyebut bahwa berdasarkan data pada tahun 2022, luas lahan kategori kritis dan sangat kritis, yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Kepulauan Babel, seluas 167.104 hektar. Hal tersebut, disampaikan saat menghadiri kegiatan Gerakan Penanaman Pohon Pada Lahan Pasca Tambang Tahap 3, yang berlangsung di Hutan Lindung Bukit Rebo, Jalan Lintas Timur, Desa Rebo, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, pada Selasa (20/6/2023).
HARAPAN BESAR TINDAK LANJUT AUDIT BPKP
Dari Paparan Dirut PT Timah Ahmad Ardiyanto saat acara Round Table di Manggar, Belitung Timur yang diselenggarakan oleh HIMMAPRO 3 Juni 2023 yang lalu. Melihat grafik tersebut diatas terdapat fakta yang dapat merusak akal sehat, apakah mungkin smelter swasta dengan luas IUP 17,5 % dari luas IUP PT Timah yang merupakan Perusahaan perpanjangan tangan negara untuk mengelola bisnis pertimahan. Namun disisi lain produksinya (2022) 352 % lebih tinggi dari PT Timah. Pertanyaan besar bagi kita adalah Apakah benar produksi dihasilkan berasal dari IUP mereka yang terdaftar ???
Hasil audit yang dilakukan oleh BPKP menjadi harapan besar bagi Masyarakat Bangka Belitung untuk menguak tabir carut marutnya pertambangan timah illegal yang berdampak pada kerusakan lingkungan sebesar 167.104 hektar lahan kritis dan sangat kritis di Bumi Serumpun Sebalai. Dunia kampus serta civitas akademika sebagai salah satu komponen penting Negeri Sepintu Sebalai ini harus menjadi lokomotif penggerak dan mengajak komponen Masyarakat lain untuk Bersatu padu memperjuangkan agar hasil audit ini mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat. Serta mendesak pemerintah pusat agar menindaklanjuti hasil audit yang dilakukan oleh Lembaga negara tersebut.